Minggu, 04 Mei 2014

BIOGEOGRAFI KEPITING (Scylla sp.)

Brachyura (Kepiting)

Brachyura (kepiting) merupakan salah satu biota yang termasuk dalam taksa krustasea. Kepiting masuk kedalam kelas dekapoda karena memiliki 10 kaki, 2 kaki pertamanya biasa disebut capit. Di Asia Tenggara ditemukan kurang lebih 2.500 spesies kepiting dan yang hidup di periaran Indo-Malaysia sebanyak lebih dari 1.000 spesies (Serène 1968). Keanekaragaman kepiting mangrove diketahui cukup tinggi, diperkirakan terdapat lebih dari 200 spesies dari enam famili kepiting brachyura yang berasosiasi dengan ekosistem mangrove.
Mangrove terdistribusi dengan baik di daerah pantai tropis yaitu antara 32LU hingga 38 LS meliputi wilayah Afrika, Asia, Australia, dan Amerika. Sedangkan di daerah subtropis mangrove sebenarnya juga masih dapat dijumpai namun menurun kelimpahan spesiesnya seiring dengan bertambahnya derajat lintang (Chapman 1976 ; Tomlinson 1994 ; Hogarth 2007).
Indonesia adalah negara yang mempunyai ekosistem hutan mangrove terluas di dunia diikuti Brazil, Australia, Nigeria, dan Mexico (Saputro et al., 2009). Tahun 1982 jumlah hutan mangrove di Indonesia sekitar 4,25 juta ha (Darsidi, 1984), tetapi berdasarkan survei yang dilakukan oleh Bakosurtanal pada tahun 2009 luasan hutan mangrove tersebut telah mengalami penurunan menjadi 3,3 juta ha (Saputro et al., 2009). Ditambahkan pula bahwa luas mangrove Indonesia yaitu 59,8% dari total luas mangrove di Asia Tenggara.
Menurut Basyuni (2002) vegetasi mangrove hidup hampir di semua pulau di Indonesia, seperti Pantai Utara dan Barat Sumatra, Pesisir Utara Jawa, Bali, Nusa Tenggara Timur dan Nusa Tenggara Barat, seluruh pesisir pulau Kalimantan dan Sulawesi, Pesisir Selatan Irian serta pulau–pulau kecil di Indonesia yang terlindung dari pengaruh gelombang dan pasang surut yang besar. Berdasarkan data tahun 2009 dari Pusat Survei Sumber Daya Alam dan Laut (PSSDAL-BAKOSURTANAL) dalam Saputro et al., (2009), mangrove terluas terdapat di Irian Jaya sekitar 1.634.003,454 ha (50,37%), Kalimantan 638.283,693 ha (19,68%), dan Sumatra 576.956,056 ha (17,79%).

Secara taksonomi, Krustasea masuk kedalam filum Arthropoda. Kata Arthropoda terdiri dari kata Arthron dan podus. Arthron berarti sendi sedangkan podus berarti kaki. Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa arti kata Arthropoda adalah kelompok hewan yang menggunakan kaki sendi sebagai alat geraknya. Arthropoda sendiri terdiri dari delapan kelas, yaitu Krustasea, Oksikopora, Cilopoda, Diplopoda, Insekta, Pauropora dan Simphila.
McLaughlin (1980) menyatakan bahwa Malacostraca berasal dari kata Malacos yang berarti lunak dan ostracon yang berarti cangkang. Malacostraca merupakan anak kelas yang mempunyai beberapa ordo mencakup sebagian besar krustasea berukuran besar. Malacostraca terdiri dari tujuh ordo, yaitu Leptostraca, Mysidasea, Cumasea, Tanaidasea, Isopoda, Ampipoda dan Decapoda.

Rohmimohtarto dan Yuwana (2001) menyatakan bahwa Decapoda berasal dari kata Deca dan podus yang berarti berkaki sepuluh. Decapoda dibagi menjadi tiga kelompok berdasarkan bentuk perutnya yaitu Macrura (bangsa udang), Brachyura (bangsa kepiting) dan Anomura (merupakan bangsa peralihan antara udang dan kepiting).

Scylla sp. atau yang biasa disebut kepiting lumpur (mud crabs) adalah salah satu komponen penting dari nilai ekonomi dan struktur rantai makanan pada hutan mangrove di Indo-Pasifik (Ewel et al 2009). Scylla sp. termasuk dalam subfamili Portunidae dan genus Scylla. Menurut Estampador (1949) in Klinbunga et al. (2000) membagi kepiting bakau dalam 4 golongan (tiga spesies dan satu subspesies) yaitu S. serrata, S. oceanica, S. tranquberica dan S. serrata var. paramamosain. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan, Keenan (1998) in Klinbunga et al. (2000) merevisi taksonomi kepiting bakau berdasarkan morfometrik dan genetik dengan menggunakan analisis Allozyme electrophoresis dan mitocondria DNA yang menemukan empat spesies kepiting bakau yakni S. serrata, S. paramamosain, S. olivacea dan S. traqueberica. Klasifikasi kepiting bakau secara lengkap adalah sebagai berikut (Motoh 1980):
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Subfilum : Mandibulata
Kelas : Crustacea
Sub – kelas : Malacostraca
Ordo : Decapoda
Famili : Portunidae
Subfamili : Portuninae
Genus : Scylla
Spesies : S. serrata,
S. paramamosain,
S. olivacea
S. traqueberica.


Distribusi kepiting bakau mulai dari Arfika Selatan, di sepanjang pantai selatan, melintasi Samudera India dan dari utara ke selatan Jepang, ke timur seperti Micronesia dan dari selatan ke timur Pantai Australia. Jenis S. olivace banyak ditemukan di Pakistan, Indonesia, bagian utara dan barat Australia. Di Indonesia sendiri merupakan pusat dari keanekaragaman genus ini, dimana semua spesies Scylla dapat ditemukan (Shelley 2008). Genus Scylla terdistribusi secara luas dari barat (Sumatera) sampai timur (Irian Jaya). Kepiting banyak terdapat di area pesisir dimana terdapat mangrove dan air payau (La Sara et al. 2002). Kepiting bakau mendiami hampir semua bagian perairan Indonesia, terutama di daerah yang banyak ditumbuhi pohon bakau atau daerah hutan bakau (lingkungan mangrove), pertambakan pada daerah-daerah muara sungai dan lubang-lubang. Kepiting bakau biasanya ditemukan di estuari dan biasanya populasi yang besar berasosiasi dan menetap di daerah mangrove khususnya estuari (Le Vay 2001).

Scylla sp. ditemukan melimpah di sungai-sungai pesisir, lagun, sekitar pulau-pulau kecil, di perairan payau, dan di kawasan hutan bakau (mangrove). (Cholik & Hanafi 1992) dan hidup di daerah muara sungai dan rawa pasang surut yang banyak ditumbuhi vegetasi mangrove dengan substrat berlumpur atau lumpur berpasir.







Gambar 1. Morfologi Scylla serrata

Distribusi kepiting genus Scylla yang tidak dipengaruhi oleh garis Wallace dapat disebabkan oleh penyebaran genus Scylla di dunia, yang menyebar mulai dari Samudera Hindia (Pakistan hingga Australia Barat), Laut Cina Selatan (Thailand, Singapura, Vietnam, Sarawak, hingga Cina Selatan), hingga ke Samudera Pasifik (Filipina, Timor-Timur, Teluk Carpentaria) (Keenan et al. 1998 in Le Vay 2001), di mana perairan Indonesia berada di dalam kawasan tersebut seperti tampak pada Gambar 2.
Gambar 2. Peta sebaran kepiting Scylla sp. (FAO 1998).




DAFTAR PUSTAKA
Chapman, V. J. 1976. Mangrove Vegetation. J. Cramer, Vadus, Liechtensein, Germany. 447 pp.
Darsidi, A. 1984. Pengelolaan Hutan Mangrove di Indonesia. Prosiding Seminar II Ekosistem Mangrove (ed S. Soemodihardjo), pp. 19-28. Man and Biosphere – Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Jakarta.
[FAO] Food and Agriculture Organization of the United Nations. 1998. p. 1046-1128. In: Carpenter KE, Niem VH (eds). FAO species identification guide for fishery purposes, the living marine resource of the Western Central Pasific, vol 2: cephalopods, crustaceans, holothurians, and sharks. Rome: Food and Agriculture Organization of the United Nations.
Hogarth, P.J. 2007. The Biology of Mangrove. Oxford University Press. Inc. New York. 77-115
Le Vay. 2001. Ecology and management of mud crab Scylla spp. p. 101-111. Asian Fisheries Science. Proceedings of the International Forum on the Culture of Portunid Crabs: Manila, Philiphines 2001Asian Fisheries Society. Manila.
McLaughlin, P.A. 1980. Comparative Morfology of Recent Crustacea. W.H. Freeman Company. San Fransisco, USA. Pp 128-174
Saputro, G. B, S. Sukardjo, S. Hartini, Niendyawati, Al. Susanto, Al. Sumarso, I. N. Edrus, P. Maesarrah, D. Suhendra, dan C. Syah. 2009. Peta Mangrove Indonesia. Pusat Survei Sumber Daya Alam Laut (PSSDAL), BAKOSURTANAL. Jakarta.
Serène, R. 1968. The Brachyura of the Indo Pacific Region. In: Prodromous of a Check List of the Non- Planktonic Marine Fauna of the Sout East Asia. Special Publication of the Singapore National Academic of Science, No 1: 33-120.
Tomlinson, P.B. 1994 The botany of mangrove. Cambridge University Press, New-York. 419 hlm.

0 komentar:

Posting Komentar